Ekskaso Media — Legal standing adalah sebuah konsep yang digunakan dalam dunia hukum sebagai langkah untuk menentukan apakah pemohon terkena dampak yang cukup sehingga suatu perselisihan dapat diajukan ke pengadilan.
Istilah yang juga dikenal dengan nama lain ius standi atau hak gugat ini memungkinkan individu maupun kelompok masyarakat tertentu untuk dapat mengajukan gugatan atau permohonan di pengadilan atas dasar kepentingan mereka.
Hal tersebut merupakan penerapan dari istilah hukum personae standi in judicio yang memiliki arti hak pemohon untuk mengajukan gugatan atau permohonan ke pengadilan atas nama kepentingan kelompok masyarakat tertentu.
Melansir dari berbagai sumber, berikut kami ulas mengenai contoh penerapan, syarat-syarat, langkah pengajuan, serta dasar hukum legal standing.
Studi kasus penerapan legal standing
Misalnya ada warga negara Indonesia (WNI) bernama Pak Kaso. Dirinya telah mencapai usia lebih dari 17 tahun. Dia dirundung masalah ketidakadilan hukum, yaitu berupa tanah seluas 50 meter miliknya diambil alih oleh pihak lain untuk dibangun sebuah perusahaan atau pabrik tanpa persetujuannya.
Dalam studi kasus tersebut, Pak Kaso mengalami kerugian, sebab tanah yang dimilikinya dipakai pihak lain secara sepihak atau tanpa meminta izin terlebih dahulu. Atas dasar kerugiannya tersebut, dirinya mengajukan permohonan atas penyelesaian sengketa antara dua pihak tersebut ke pengadilan.
Sesuai kriteria yang disebutkan di atas, Pak Kaso adalah WNI dan berusia lebih dari 17 tahun. Masalah yang dialaminya juga merupakan permasalahan yang syaratnya terpenuhi. Dengan uraian tersebut, maka dirinya secara layak memiliki hak untuk mengajukan permohonan penyelesaian masalah sengketa tanah yang dialaminya ke pengadilan.
Dari studi kasus di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa legal standing merupakan hal yang penting untuk didapat sebelum memutuskan untuk mengajukan perkara ke pengadilan.
Persyaratan untuk mendapat legal standing
Peraturan yang mengatur mengenai adanya kedudukan hukum atau legal standing tertulis dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU 24/2003) pada Pasal 51 ayat (1) yang telah dilakukan perubahan beberapa kali.
Berdasarkan pasal tersebut, Achmad Roestandi dalam bukunya yang berjudul “Mahkamah Konstitusi Dalam Tanya Jawab” menjelaskan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pemohon sebagai berikut:
1. Kriteria subjek hukum
Agar memenuhi syarat legal standing, subjek hukum, atau dalam hal ini adalah pemohon, wajib merupakan satu dari empat subjek hukum berikut ini:
Perorangan yang merupakan warga negara Indonesia (WNI);
Merupakan Kesatuan masyarakat hukum adat;
Merupakan Badan hukum, baik yang bersifat publik maupun privat;
Merupakan Lembaga negara.
2. Kriteria hak yang dirugikan
Berdasarkan anggapan pemohon bahwa ada haknya yang dirugikan, terdapat persyaratan untuk bisa memiliki legal standing dan berhak untuk diajukan perkaranya ke pengadilan. Persyaratan tersebut antara lain:
Hak/kewenangan konstitusional pemohon tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945;
Adanya keyakinan pemohon bahwa hak/kewenangan konstitusional tersebut telah dirugikan oleh undang-undang yang tengah mengalami pengujian;
Adanya kerugian yang bersifat khusus serta aktual, atau setidaknya bersifat potensial dapat dipastikan terjadi menurut penalaran wajar;
Terjadinya hubungan sebab-akibat (causal verband) atas kerugian yang dialami pemohon dengan berlakunya undang-undang yang dilakukan permohonan untuk diuji ulang;
Adanya peluang bahwa kerugian konstitusional yang dirasakan oleh pemohon tersebut akan atau tidak lagi terjadi jikalau permohonan disetujui.
Langkah-langkah pengajuan legal standing
Untuk melakukan pengajuan legal standing, ada beberapa tahapan pengujian yang harus dilewati oleh subjek hukum yang mengajukan. Langkah-langkah pengajuan legal standing adalah sebagai berikut:
Pertama, penggugat melakukan pengajuan permohonan secara tertulis yang sudah ditandatangani. Permohonan tersebut ditulis menggunakan ejaan Bahasa Indonesia yang berlaku.
Kedua, penggugat mendaftarkan permohonan tertulis tersebut kepada Panitera MK dengan lampiran bukti-bukti bahwa dirinya memenuhi persyaratan.
Ketiga, bukti-bukti yang dilampirkan pemohon, beserta dengan dokumen pendukung yang didaftarkan diperiksa oleh Panitera MK.
Keempat, bila bukti-bukti yang dilampirkan dirasa lengkap oleh Panitera MK, maka akan dibuat catatan permohonan pada Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dalam kurun waktu paling lama tujuh hari.
Kelima, berkas perkara tersebut kemudian disampaikan kepada ketua MK.
Keenam, ketua MK akan membentuk Panel Hakim yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan serta pengujian terhadap kasus yang dimohonkan.
Terakhir, dilakukan sidang pemeriksaan permohonan paling lama 14 hari setelah perkara terdaftar dalam BRPK. Kemudian dilanjutkan dengan beberapa sidang lanjutan seperti Sidang Pemeriksaan Pendahuluan, Sidang Pemeriksaan Pokok Perkara dan Bukti, serta Putusan.
0 Komentar